Eksperimen Rurherford mengawali penemuan neutron. Dalam eksperimennya, Rutherford berusaha untuk menghitung jumlah muatan positif dalam inti atom dan massa inti atom. Ia berharap massa muatan positif sama dengan massa atom mengingat massa elektron sangat kecil. Akan tetapi, ia mendapati bahwa massa inti atom hanya setengah dari massa atom.
Di tahun 1920, ahli fisika Amerika William Draper Harkins menduga adanya partikel lain dalam inti atom selain proton. Partikel tersebut mempunyai massa yang hampir sama dengan proton, tetapi tidak bermuatan. Ia menamakan partikel tersebut neutron.Oleh karena partikel tersebut tidak bermuatan, maka keberadaannya sulit dibuktikan. Baru pada tahun 1932, James Chadwick dari Inggris berhasil membuktikan keberadaan partikel neutron.
Gambar diatas merupakan eksperimen Chadwick. Penembakan partikel α ke pelat berilium menghasilkan suatu radiasi yang tidak bermuatan. Apabila materi padat yang mengandung banyak atom hidrogen seperti lilin parafin ditempatkan sebagai penghalang, maka radiasi tidak bermuatan tersebut akan mengakibatkan proton dalam atom hidrogen terlempar keluar. Chadwick menunjukkan bahwa radiasi tidak bermuatan mengandung partikel-partikel tidak bermuatan yang memiliki massa 1.675 × 10-27 kg, yang hampir sama dengan massa proton (1.675 × 10-27 kg).
Dengan penemuan neutron ini, struktur atom menjadi semakin jelas. atom tersusun dari inti atom yang dikelilingi oleh elektron yang bermuatan negatif. Inti atom sendiri terdiri dari proton yang bermuatan positif dan neutron yang tidak bermuatan. Kedua partikel penyusun atom ini disebut nukleon. Oleh karena atom bersifat netral, maka jumlah proton yang bermuatan positif harus sama dengan jumlah elektron yang bermuatan negatif.
Jadi, atom tersusun dari inti atom yang mengandung proton dan neutron, serta elektron yang berada di luar inti atom.